Blog Mabsus Abu Fatih

22 Juni 2016

Berbakti Kepada Orang Tua, Penebus Dosa Besar

Dalam mengarungi kehidupan dunia ini, tidak sedikit manusia yang terpeleset ke dalam jurang maksiyat dan lembah dosa. Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan ampunan Allah SWT atas dosa yang dilakukan adalah dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Berikut kutipan pendapat Salafush Sholih yang menyatakan bahwa Birrul Walidain, berbuat baik kepada kedua orang tua, bisa menjadi Kafarat / penebus dosa, bahkan dosa-dosa besar. Kutipan ini saya ambil dari buku Bakti Anak kepada Ibu Bapak karangan Ibrahim bin Abdullah Musa Al Hazimi yang diterbitkan oleh Media Hidayah – Jogjakarta (2005).

Ibnu Abbas pernah ditanya tentang bentuk taubat seseorang yang telah membunuh istrinya. Dia menjawab, “Bila dia mempunyai orang tua, berbuat baiklah kepada keduanya selama mereka masih hidup. Mudah-mudahan dengan cara seperti itu Allah akan mengampuni dosanya itu” Ibnu Abbas juga pernah ditanya oleh seseorang tentang seorang wanita yang mempelajari ilmu sihir dan dia ingin bertaubat dari perbuatannya itu. Ibnu Abbas memberi solusi yang sama. (Sumber: Kitab Bahjah al Majalis (hal. 785)
Makhul, seorang tabi’in yang mulia, pernah berkata, “Berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan kafarat (denda) dari dosa-dosa besar”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia pernah berkata, “Sesungguhnya Allah menghapus hukuman terhadap Sulaiman bin Dawud berkenaan dengan kasus burung hud-hud disebabkan dia berbuat baik kepada Ibunya.” (Sumber: Bahjah Al Majalis karya Ibnu Abdil Barr hlm. 759)
Bahkan ketika ada di antara salafush sholih melakukan kekhilafan terhadap orang tua mereka, maka mereka tebus kesalahan mereka dengan amal yang luar biasa. Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Aun misalnya. Abu Ishaq Ar Riqqi Al Hanbali, ketika menyebutkan biografi Abdullah bin Aun berkata, “Pernah suatu ketika dia dipanggil oleh ibunya. Tanpa disadari dia mengeraskan suara melebihi suara ibunya. Karena hal tersebut dia membebaskan dua orang budak”. (sumber : Ahsan al Mahasin karya Abu Ishaq (hlm. 348)
Ada juga diantara mereka rahimahullah yang tidak berani makan bersama sang Ibu karena khawatir mendahului makan makanan yang hendak dimakan oleh ibunya.
Adalah Zainal Abidin seseorang yang sangat berbakti kepada Ibunya. Saking berbaktinya, ada orang-orang berkata kepadanya, “Sungguh, kamu adalah orang yang sangat berbakti kepada ibumu. Tetapi, kami tidak pernah melihat kamu makan bersama ibumu dalam satu piring?. Dia menjawab, “Saya khawatir mendahului makan makanan yang hendak dimakan oleh ibu saya. Karena menurut saya itu termasuk tindakan durhaka kepadanya.” (sumber:Muhadarat al Adiba‘ hlm. 327 dan kitab wafayat Al A’yan (III/268).
Demikian semoga bermanfaat. Allahua’lam Bishowab. []Mabsus Abu Fatih
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih berkenan memberikan komentar

CARI ARTIKEL

Postingan Populer