Blog Mabsus Abu Fatih

21 November 2023

7 Rambu-Rambu Curhat



Belakangan ini viral seorang muslimah yang curhat tentang mantan suami dan ibu mertuanya di sebuah forum terbuka, namun tak lama kemudian muslimah tersebut membuat klarifikasi dan meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi. kenapa?  Karena warganet yang ikut mendengarkan curhatan ini memberikan komentar buruk tentang sang mantan suami dan ibunya.

Curhat memang dibutuhkan oleh manusia,  khususnya kaum perempuan. Ini tidak salah dan memang wajar-wajar saja. Kenapa? karena masalah hidup selalu datang silih berganti. Curhat bisa menjadi terapi jiwa agar hati menjadi tenang bahkan bisa mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapi. 

Namun demikian curhat ini memiliki rambu-rambu yang Harus dipatuhi agar justru tidak menimbulkan masalah yang baru misalnya membuka aib keluarga dan lain sebagainya.

Ada tips yang sangat bagus yang disampaikan oleh Ragil Rahayu sebagaimana di muat tabloid Media Umat edisi 346, edisi 3-16 November pada hal. 25.

Ragil Rahayu menyampaikan ada 7 tujuh rambu-rambu dalam menyampaikan curhat.  Apa saja?

Pertama, luruskan niat.
Curhat hendaknya diniatkan untuk kebaikan yaitu untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi atau setidaknya sebagai terapi untuk menenangkan hati. Janganlah curhat ini diniatkan untuk membuka aib diri sendiri maupun orang lain. 

Kedua curhatlah kepada orang yang amanah. 
Jangan kita curhat kepada orang yang tidak amanah sehingga rahasia yang dipercayakan padanya akan disebar ke mana-mana. Ini tentu sangat berbahaya.

Ketiga: Minta bantuan pada Hakam atau juru damai.
Jika masalah rumah tangga demikian pelik, tidak bisa diselesaikan berdua maka suami istri bisa minta bantuan pada hakam / juru damai dari pihak keluarga.

Dalam hal ini Allah subhanahu wa ta'ala berfirman
Yang artinya "Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya maka Kirimlah seorang Hakam atau juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang Hakam dari keluarga perempuan jika kedua orang Hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi Taufik kepada suami istri itu" (QS an-nisa ayat 35)

Keempat jangan curhat di forum terbuka
Sebaiknya curhat dilakukan secara tertutup misalnya dengan berbicara Empat Mata saja dengan demikian tidak banyak orang yang tahu terkait masalah yang dihadapi. Jika curhat dilakukan di forum yang terbuka, padahal sekarang era medsos maka netizen akan mudah mempiemviralkan meski belum jelas duduk perkaranya.

Tambahan dari saya, curhat secara empat mata jangan curhat kepada lawan jenis yg bukan mahrom karena sangat berbahaya akibatnya.

Kelima gunakan diksi yang pas. 
Jika ingin bertanya tentang hukum sebuah perbuatan sebaiknya diksi pertanyaannya fokus pada hal yang ditanyakan. 
Misalnya kita menggunakan diksi Ustadzah Apa hukumnya suami yang tidak mau bekerja bukan dengan diksi Ustadzah suami saya begini dan begitu

Keenam : menggunakan bahasa diplomatis. 
Misalnya Dengan mengatakan ada seorang muslimah mengalami masalah demikian. Bukan dengan diksi saya mengalami masalah dengan suami saya seperti ini.

Yang ke-7 jangan ceritakan urusan ranjang. 
Urusan panjang tidak boleh diceritakan kepada pihak lain apalagi di depan publik. 

Kalaupun ingin melakukan terapi pada dokter maka cukup menyampaikan masalah yang dihadapi tanpa perlu detail menceritakan aktivitasnya.
Demikian rambu-rambu dalam curhat yang disampaikan oleh Ragil Rahayu di dalam media umat edisi 346 semoga bermanfaat untuk kita semua terima kasih.

Mabsus AF

Share:

29 Oktober 2023

Anak Tak Mirip Ayah Ibunya, Ini Penjelasan Nabi | Podcast


islampos.com – PADA umumnya, seorang anak memiliki kemiripan wajah dengan salah satu dari kedua orang tuanya. Bahkan ada yang mirip dengan kedua orang tuanya sekaligus dari sisi wajah dan gayanya. Ada yang wajahnya mirip ibu, sementara gaya berjalannya mirip ayah. Ada yang matanya mirip sang ayah, sementara dagunya mirip sang ibu. Ada juga yang wajah dan gayanya hanya mirip sang ibu atau sang ayah saja.

Untuk tipe yang terakhir, Fatimah binti Rosulillah barangkali adalah contoh yang tepat. Menurut Aisyah Rodhiyallahu Anha, Fatimah sangat mirip dengan ayahnya, Rosulullah Muhammad Shollahu ‘alaihi wasallam baik dari sisi wajah maupun gaya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya.

Dari Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, beliau berkata, “Aku tidak melihat orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wasallam wajah dan gayanya selain Fathimah”.

Dalam Shahih Bukhori no. 3623 dan Muslim 2450 juga didapat keterangan bahwa gaya berjalan Fathimah mirip dengan Rosulullah. Dari ‘Aisyah: “Fathimah berjalan seperti jalannya Rasulullah”

Namun, tidak semua anak mirip dengan ayah atau ibunya. Ada anak yang wajahnya berbeda dengan ayah maupun ibunya. Jika menemui anak yang tidak mirip dengan ayah atau ibunya, bisa jadi di antara kita ada yang meragukan sang anak sebagai anak kandung dari kedua orang tuanya, yang secara tidak langsung kita menuduh bahwa sang anak adalah hasil dari perbuatan zina. Naudzubillahi min dzalika.

Padahal ada kemungkinan lain, dan kemungkinan ini lebih selamat karena ditunjukkan oleh as-Sunnah dan sejarah para nabi.

Ketika ada seorang lelaki yang datang menghadap Nabi dan meragukan anak yang dilahirkan istrinya, Nabi yang mulia menyatakan bahwa sang anak tidak mirip dengan ayah atau ibunya karena bisa jadi mirip dengan paman atau kakeknya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, berkata “Seorang lelaki dari Bani Fazarah mendatangi Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata, ‘Istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam.’” Nabi berkata, “Apakah kamu punya unta?” “Ya” jawab laki-laki itu. “Apa warnanya?” tanya Nabi. “Merah”, jawabnya. “Apakah di antara anaknya ada yang berwarna hitam?” tanya Rasulullah. “Ya ada”, jawabnya. “Dari mana datangnya? Tanya Nabi. “Mungkin mirip dengan kakeknya atau pamannya.” (HR Bukhori 684 dan Muslim 1500).

Bukti lain bahwa anak bisa saja tidak mirip dengan orang tuanya tetapi mirip dengan kakek atau neneknya juga dibuktikan oleh sejarah para nabi. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Mustofa al-Adawi misalnya, “Yusuf ‘Alaihissalam, seorang nabi yang dianugerahi ketampanan yang luar biasa sehingga dikatakan bahwa beliau ini diberi ketampanan separuh ketampanan manusia di alam ini. Ternyata Yusuf ini adalah cucu dari seorang wanita tercantik pada zamannya, yaitu Sarah.” (Syaikh Musthofa Al Adawi, Tarbiyatul Abna’ Bagaimana Nabi SAW Mendidik Anak, Media Hidayah, Jogjakarta, 2005. Hal. 55)

Cucu yang dimaksud oleh Syaikh Mustofa al-Adawi adalah cicit menurut bahasa kita. Hal ini karena menurut Jihad Muhammad Hajjaj yang bersumber dari Qashashu al-Anbiya, hlm. 222, Nabi Ishaq ‘alaihissalam yang merupakan anak dari Nabi Ibrohim ‘Alaihissalam dan Sarah, menikah dengan Ribka binti Betwaeil. Dari pernikahan dengan Ribka itulah terlahir Esau dan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang merupakan ayah dari Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. (Jihad Muhammad Hajjaj, Umur & Silsilah Para Nabi, Qisthi Press, Jakarta, 2010. Hal. 79)

Jadi, jika kita melihat ada anak yang tidak mirip dengan ayah atau ibunya, sebaiknya tidak berburuk sangka apalagi menuduh bahwa sang anak adalah hasil perzinaan. Karena bisa jadi, sang anak tidak mirip ayah ibunya tetapi mirip dengan paman, kakek, bibi, nenek, bahkan buyutnya. Meski pada saat yang sama, orang tua juga harus menjaga diri dari pergaulan bebas sekuler yang merusak, agar nasabnya benar-benar terjaga. Allahua’lam bi showaab.

https://www.islampos.com/anak-tidak-mirip-ayah-dan-ibunya-ini-penjelasan-nabi-205040/
Share:

Sholawat Asyghili untuk Kemenangan Palestina | K.H Yasin Muthohar Video dan Lirik



#Sholawat Asghil untuk Kemenangan #palestina
Lirik : KH Yasin Muthohar
Vokal : Farih bin Yasin  
اللهم صلى على سيدنا محمد 
واشغل الظالمين بالظالمين 
واخرجنا من بينهم سالمين 
وعلى آله وصحبه أجمعين
Ya Allah, limpahkan Rahmat  kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
Dan sibukanlah orang-orang dzolim dengan orang dzalim lainnya
Dan keluarkan  kami dari kejahatan mereka dg selamat 
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

اللهم صلى على سيدنا محمد 
وَأَهْلِكنَّ الْيَهودَ الْحَرْبِيِّين  
وَمَزَّقْهُمْ وَبَدِّدْهُمْ خَاذِلِيْن
وعلى آله وصحبه أجمعين  
Ya Allah, limpahkan Rahmat kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
dan hancurkan orang-orang yahudi yg selalu memerangi
Dan cabik-cabik serta cerai beraikan mereka sertai kehinaan
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

اللهم صلى على سيدنا محمد 
وَأَنْجِ إِخْوَانَنَا الْمُسْتَضْعَفِين 
وَانْصُرْهُمْ على الأَعْدَاءْ غَانِمِين   
وعلى آله وصحبه أجمعين  
Ya Allah, limpahkan Rahmat  kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
dan selamatkan saudara-saudara kami yang tertindas
Dan tolonglah  mereka  atas musuh-musuhnya dg mendapat keberuntungan (ghanimah)
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

اللهم صلى على سيدنا محمد 
وَاَعِدِ الأَقْصَى إلى المسلمين
وانصر المجاهدين قاهرين   
وعلى آله وصحبه أجمعين 
!Ya Allah, limpahkan Rahmat kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
dan kembalikan al-aqsa ke pangkuan kaum muslimin
Dan tolonglah para mujahidin dengan kemenangan mengalahkan musuh
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

اللهم صلى على سيدنا محمد 
وانجز ما وعدتنا غالبين 
بالخلافة  ناصرين معتزين  
وعلى آله وصحبه أجمعين  
Ya Allah, limpahkan Rahmat kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
Dan wujudkan apa yang pernah Engkau janjikan kepada kami
Dengan Khilafah yang menolong lagi kuat
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

اللهم صلى على سيدنا محمد 
بشرنا بالاستخلاف والتمكين 
وآمنا من الخوف سالمين 
وعلى آله وصحبه أجمعين
Ya Allah, limpahkan Rahmat-Ny  kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad
Berilah kami kabar gembira dengan kekhilafahan dan kekuatan kedudukan 
Dan gantikan rasa takut menjadi aman sentausa
Dan limpahkan sholawat kepada seluruh keluarga dan sahabat nabi

#sholawatasyghil #savepalestine #pecintasholawat #nahdiyin #aswaja #ahlussunnahwaljamaah #sholawatviral #banten
Share:

18 April 2023

Khutbah Idul Fitri 1444 H : Keniscayaan Perubahan Hakiki

KHUTBAH IDUL FITRI
IDUL FITRI DAN KENISCAYAAN PERUBAHAN 
KE ARAH ISLAM


KHUTBAH PERTAMA


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَتًا وَاَصِيْلاً. لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَ الْيَوْمِ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ،  وَ نَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ. نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى نِعَامِهِ وكَمَالِ اِحْسَانِهِ، وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّيْ وَسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ الْكِراَمِ، وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ وَدَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَة الإِسْلاَم، وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ اِلِى دَارِ السَّلاَمِ. 

فَيَا عِبَادَ اللهَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِه الْكَرِيْمِ: ﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.

اَمَّا بَعْدُ:

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Alhamdulillah. Sudah selayaknya kita banyak bersyukur. Kepada Zat Yang Mahaluhur. Atas segala nikmat-Nya yang tak terukur. Sudah sepantasnya kita memuji. Kepada Zat Yang Mahasuci. Atas segala karunia-Nya yang tak pernah berhenti. Demikianlah sebagaimana firman-Nya:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا 
Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya… (TQS an-Nahl [16]: 18).

Pada hari ini pun, nikmat dan karunia Allah yang amat besar sama-sama kita rasakan. Kita baru saja menuntaskan ibadah puasa Ramadhan. Kemudian dilanjutkan dengan Idul Fitri yang saat ini sedang kita rayakan. Nikmat dan karunia-Nya tentu makin besar kita rasakan, saat puasa benar-benar mewujudkan ketakwaan. Tak hanya saat  Ramadhan, tetapi juga di luar Ramadhan sepanjang tahun. 


AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Kita telah sama-sama paham. Hikmah dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah terwujudnya takwa pada diri kita. Allah SWT berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).

Menurut Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dalam Aysar at-Tafaasiir (I/80), frasa “agar kalian bertakwa” dalam ayat di atas bermakna, “agar dengan shaum itu Allah SWT mempersiapkan kalian untuk bisa menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.” 

Jika hikmah dari puasa adalah takwa, tentu idealnya kaum Muslim menjadi orang-orang yang taat kepada Allah SWT tak hanya pada bulan Ramadhan saja. Juga tidak hanya dalam tataran ritual dan individual semata. Ketakwaan kaum Muslim sejatinya terlihat juga di luar bulan Ramadhan sepanjang tahun. Juga dalam seluruh tataran kehidupan mereka. Demikianlah seharusnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Bertakwalah kamu dalam segala keadaanmu (HR ahmad dan at-Tirmidzi). 

Karena itu bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan shaum Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Namun, di sisi lain ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan enggan terikat dengan syariah Islam di luar yang terkait dengan ibadah ritual. 

Orang bertakwa pun akan selalu berupaya menjauhi kesyirikan. Ia tidak akan pernah menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya, baik dalam konteks ‘aqidah maupun ibadah. Termasuk tidak meyakini dan menjalankan hukum apapun selain hukum-Nya. Sebabnya, hal itu pun bisa dianggap sebagai bentuk kesyirikan, sebagaimana firman-Nya:
 
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah (TQS at-Taubah [9]: 31). 

Terkait ayat ini, ada sebuah peristiwa menarik. Sebagaimana dinukil oleh Imam ath-Thabari di dalam Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil al-Qur’aan (10/210), juga oleh Imam al-Baghawi di dalam Ma’aalim at-Tanziil (4/39), diriwayatkan bahwa saat Baginda Rasulullah saw. membaca ayat ini, datanglah Adi bin Hatim kepada beliau dengan maksud hendak masuk Islam. Saat Adi bin Hatim—yang ketika itu masih beragama Nasrani—mendengar ayat tersebut, ia kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, kami (kaum Nasrani) tidak pernah menyembah para pendeta kami.”

Namun, Baginda Nabi saw. membantah pernyataan Adi bin Hatim sembari bertanya dengan pertanyaan retoris, “Bukankah  para pendeta kalian biasa menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan? Lalu kalian pun menaati mereka?” 

Jawab Adi bin Hatim, “Benar, wahai Rasulullah.” 

Beliau tegas menyatakan, “Itulah bentuk penyembahan mereka kepada para pendeta mereka.” 

Saat ini posisi para pendeta dan para rahib itu diperankan pula oleh para penguasa maupun wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Pasalnya, merekalah saat ini yang biasa membuat hukum. Mereka telah banyak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Mereka pun telah banyak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan. Contoh: Di negeri ini riba telah lama dilegalkan (dihalalkan). Bahkan Pemerintah menjadi pelaku riba yang utama. Di antaranya melalui utang dengan bunga tinggi. Padahal jelas, riba telah diharamkan secara tegas oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba… (TQS al-Baqarah [2]: 275). 

Rasulullah saw. bahkan menyatakan:

« دِرْهَمُ رِبَا أَشَدُّ عَلَى اللهِ مِنْ سِتِّ وَ ثلاَثِيْنَ زَنِيَّةً »
Satu dirham riba lebih berat dosanya di sisi Allah daripada 30 kali berzina (HR al-Baihaqi).

Tentu masih banyak contoh lain yang membuktikan betapa banyak UU yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR selama ini bertabrakan dengan ketentuan syariah Islam.

Padahal akibat penerapan hukum buatan manusia yang nyata-nyata bertentangan dengan syariah Islam, berbagai kerugian dan kemadaratan menimpa kita. Sudah lama kita menyaksikan, bahkan merasakan secara langsung, realitas keterpurukan umat Islam di berbagai bidang. Semua adalah akibat langsung dari keberpalingan umat ini dari syariah Islam. 

Misalnya, akibat utang ribawi yang keterlaluan, kini bila dibagi rata, tiap orang Indonesia harus menanggung utang negara sebesar Rp 24 juta rupiah. Sementara itu pungutan pajak makin membebani rakyat kebanyakan. Di sisi lain skandal keuangan ratusan triliun justru membelit Kementerian Keuangan. 

Tragisnya lagi, kekayaan negeri ini tidak memberi kemakmuran yang adil pada rakyatnya, bahkan banyak orang kesulitan hidup walau sekedar mendapatkan makanan bergizi. FAO mencatatat Indonesia adalah negara dengan jumlah warga dengan gizi buruk tertinggi di Asia Tenggara. Ada sekitar 17 juta lebih orang Indonesia menderita gizi buruk.

Sementara itu nasib umat Muslim di belahan dunia lain masih menderita; penjajahan Palestina oleh Zionis Israel makin menjadi-jadi. Nasib tragis Muslim Uighur di Xinjiang Cina masih terus terjadi. Derita Muslim di India dan di berbagai negeri Muslim yang lain juga tak pernah berhenti.

Semua keterpurukan dan derita umat ini sejatinya membuat kita prihatin. Keprihatinan kita seharusnya membangkitkan ghiirah (semangat) kita untuk melakukan perubahan. Tentu bukan sekadar perubahan, tetapi perubahan yang pasti yakni ke arah Islam. 



AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Berbicara tentang perubahan, kita perlu merenungkan kembali ayat tentang perintah puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan jelas mengajari kita agar berubah. Tidak sekadar berubah, tetapi berubah ke arah ketakwaan. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183). 

Tidak sekadar perubahan ke arah ketakwaan secara individual, tetapi perubahan ke arah ketakwaan secara kolektif. Sebabnya, ketakwaan kolektiflah yang memungkinkan negeri ini bisa meraih keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ 
Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi… (TQS al-A’raf [7]: 96).

Bentuk nyata ketakwaan kolektif, khususnya di negeri ini, adalah penegakan syariah Islam secara kaaffah. Hanya dengan penegakan syariah Islam secara kaaffah negeri ini akan berubah ke arah yang jauh lebih baik. Sebabnya jelas, syariah Islam adalah solusi untuk segala persoalan kehidupan. 

Namun demikian, yang kita inginkan tentu tidak sekadar perubahan ke arah ketakwaan kolektif secara nasional, tetapi juga perubahan ke arah tatanan Islam kaffah secara mendunia. Sebabnya, Rasulullah saw. diutus oleh Allah SWT dengan membawa risalah Islam memang untuk mewujudkan rahmat bagi umat manusia. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ   
Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).


AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Perubahan menuju Islam adalah keniscayaan, bukan mimpi kosong. Sesungguhnya Allah telah mengutus RasulNya untuk memenangkan Islam di atas agama dan ideologi batil lainnya. Firman Allah:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (TQS. At-Taubah [9]: 33)

Memang, berbagai upaya dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk memadamkan cahaya agama ini. Sebutan fundamentalisme atau radikalisme dikarang agar umat menolak agama Allah dan memusuhi agamanya sendiri. Lalu mereka tawarkan paham yang mengaburkan ajaran agama seperti moderasi beragama. Namun demikan semua usaha itu dipastikan akan gagal, bahkan sudah gagal, karena Allah Ta’ala telah menetapkan kemuliaan agamaNya.

يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْۗ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (TQS. Ash-Shaff [61]: 8)
Hal yang menambah keyakinan kita terhadap kebenaran agama ini, adalah kita menyaksikan ideologi sekulerisme-kapitalisme tengah membusuk dan menuju jurang kehancuran. Umat manusia terancam kehidupan dan keamanannya. WHO melaporkan setiap 40 detik terjadi satu kasus bunuh diri di seluruh dunia, setiap 60 detik terjadi satu pembunuhan, dan setiap 100 detik satu orang terbunuh dalam konflik bersenjata. 
Sebagai tambahan, di AS saja warganya dicekam ketakutan terjadinya penembakan massal yang menyasar warga sipil. Di awal tahun 2023 saja sudah terjadi 138 kali penembakan massal yang dilakukan warga AS terhadap warganya sendiri. Sementara itu setiap dua menit satu warga Amerika menjadi korban kekerasan seksual.
Negara-negara yang menganut ideologi sekulerisme-kapitalisme juga mengalami krisis nilai-nilai keluarga. Banyak pria dan wanita menganut paham childfree, mereka juga tidak mau menikah, bahkan juga tidak mau lagi melakukan hubungan seksual. Hingga akhirnya populasi warganya terus menyusut dengan drastis. Inilah sebagian kerusakan yang telah diingatkan Allah Swt:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS. Ar-Rum [30]: 41)
Karenanya menjadi kewajiban bagi kita untuk melakukan perubahan menuju Islam. Ini adalah perintah agama dan sekaligus suatu keniscayaan. Sesungguhnya perubahan itu tidak akan terjadi kecuali umat ini melakukan perubahan itu sendiri
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ 
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (TQS. Ar-Ra’du [13]: 11)


AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Momentum Hari Raya Idul Fitri insya Allah telah melahirkan kembali banyak umat Islam yang memiliki kadar keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT yang tinggi. Ini menjadi modal bagi terbitnya fajar kemenangan Islam di muka bumi ini. Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan memberi mereka kekuasaan di muka bumi, sebagaimana Dia pernah memberikan kekuasaan itu kepada orang-orang sebelum mereka (TQS an-Nur [24]: 55). 


Semoga setelah merayakan hari kemenangan ini, yakni Hari Raya Idul Fitri, sebagai kemenangan personal, kita bisa segera merayakan kemenangan kolektif umat. Tentu dengan tegaknya Islam. Tak hanya di negeri ini, tetapi di seluruh penjuru bumi. Demikian sebagaimana sabda Baginda Nabi saw.:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
Sungguh Allah pernah melipat bumi untukku. Lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh tampak bahwa kekuasaan umatku akan mencapai seluruh bagian bumi yang telah diperlihatkan kepadaku (HR Muslim). 

Sebagaimana kita ketahui, sepeninggal Rasulullah saw., kekuasaan umat Islam tidak lain adalah Khilafah. Khilafahlah—untuk kedua kalinya—yang insya Allah akan menaklukkan seluruh dunia dengan kekuasaannya. Khilafah pula yang akan kembali menyebarluaskan Islam ke berbagai penjuru dunia sehingga benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ  فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud al-Thayalisi dan al-Bazzar).


BarakalLaah lii wa lakum. 



KHUTBAH KEDUA

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. 

الحمد لله الذي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَرَّمَ هَذهِ اِ مُةَّ بِشَريِعْتَهِ اِلكْاَملِة،ِ وخَصَّ بهِاَ بنِبُوُةِّ نَبِيِّهِ اِلْكَرِيِمَةِ.

اَشْهَدُ اَنَّ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَا بَعْدَهُ، اَرْسَلَهُ بِرِسَالَتِهِ الْقُدْسِيَّةِ وَاَحْكَامِهِ الشَّرِيْفَةِ لِمُعَالَجَةِ كُلِّ مُشْكِلَةِ الْحَيَاةِ.

فَيَا اَيُّهاَ الْمُؤْمِنُوْنَ، تَمَسَّكوا بِاْلإِسْلاَمِ فِي كُلِّ حِيْنٍ، وَ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. اَمَّا بَعْدُ:

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Pada khutbah yang terakhir ini, marilah kita berdoa, memohon dan bermunajat kepada Allah SWT. Semoga Allah mengabulkan permohonan kita. Semoga Allah memberi kita kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah menguatkan ketaatan kita, melanggengkan ketakwaan kita dan meneguhkan kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya. Dengan begitu Allah SWT memberikan pertolongan-Nya kepada kita sehingga kita benar-benar meraih kemenangan sejati. Dengan tegaknya Islam di muka bumi.


قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾. 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلىَ آلِهِ وَذُرِيَّاتِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ حَمْدًا شَاكِرِيْنَ، حَمْدًا مُتَنَعِّمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَامَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ، كَمَا يَنْبَغِيْ لِوَجْهِكَ الْكَرِيْمِ، وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَ لِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَ صِغَارًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الأَمْوَاتِ، إِنّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا، وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتَنَا الَّتِي اِلَيْهَا مَعَادُنا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَنَا عَمَلًا صَالِحًا مُتَقَبَّلًا, مُوَافِقًا بِأَحْكَامِكَ وَخَالِصًا لِوَجْهِكَ
اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَكُلَّ أَعْمَالِنَا الصَّالِحَاتِ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاعْفُوْا عَنَّا تَقْصِرَاتَنَا وَارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلَامَةً فِيْ الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِيْ الْجَسَدِ، وَزِيَادَةً فِيْ الْعِلْمِ، وَبَارَكَةً فِيْ الرِّزْقِ، وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَةِ الْمَوْتِ، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ، وَعَفْوًا عِنْدَ الْحِسَابِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الذِّيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ.
اَللَّهُمَّ يَا مُنْزِلَ الْكِتَابِ، وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ، إِهْزِمِ الْيَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ، وَصَلِيِبِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ، وَرَأْسَمَالِيِيْنَ وَاَعْوَانَهُمْ، وَاِشْتَرَاكِيِيْنَ وَشُيُوْعَهُمْ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَاقْتُلْ مَنْ قَاتَلَ الْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَالْمُنَافِقِيْنَ واَلْفَاسِقِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

اَللَّهُمَّ أَنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ، بِعَوْدَةِ دَوْلَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ، وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَاِجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ لِإِقَامَتِهَا، بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

ربَنَّاَ ظَلمَنْاَ أنَفْسُناَ، واِنْ لمْ تَغَفْرِلْنَاَ وتَرَحْمنْاَ، لَنَكُوْنَناَّ مِنَ الْخاَسِريِنَ، 
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَأْنِا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُوْا عَنَّا، وَاغْفِرْ لَنَا، وَارْحَمْنَا، اَنْتَ مَوْلاَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، ربنا تقَبَّلْ منِاَّ وَاسْتَجِبْ دُعَائنَاَ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْع العْلَيِمْ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. 

وَسُبْحَانَكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Share:
CARI ARTIKEL

Postingan Populer